Rabu, 04 Desember 2013

Essai



“Tulang Rusuk yang Terpuruk”
Oleh : Tri Indah Sari

Jika memang dirimulah tulang rusuk ku
Kau akan kembali pada tubuh ini
Ku akan tua dan mati dalam peluk mu
Untukmu seluruh nafas ini
            Untaian kalimat diatas memang hanyalah bagian lirik lagu yang dinyanyikan oleh Last Child ft. Giselle. Tetapi benarkah bahwa Wanita adalah tulang rusuk Pria? Jika memang jawabannya adalah ya, mengapa Wanita dianggap sebagai malapetaka karena menyebabkan ter-usirnya Adam dari Surga? Bukankah Pria tak akan sempurna tanpa seorang Wanita? tapi mengapa Wanita malah dinilai sebagai mahkluk yang lemah, merepotkan dan tak berdaya serta tidak bisa berbuat apa-apa? disatu sisi, Wanita dikatakan sebagai “Perhiasan Dunia” apabila mampu mengembangkan potensi kebaikannya dari pada potensi keburukannya. Namun, disisi lain sebuah pepatah mengatakan bahwa Wanita adalah “Racun Dunia” karena titik lemahnya terletak pada kemewahan dan keindahan dunia. Hal ini tentu saja menyudutkan hampir seluruh kaum hawa didunia. Tetapi pada dasarnya kedua pernyataan ini adalah sebuah realita. Hal ini bisa dibuktikan dengan beberapa fakta. Diantaranya, Julius Caesar yang gagah perkasa terbukti bertekuk lutut dikaki Cleopatra, Napoleon Bonaparte dengan dukungan bala tentara yang hebat dan tak terkalahkan dizamannya ternyata tak berdaya dan tunduk dikaki Margareth Josephine, Perdana Menteri Jepang Umno dipaksa mundur dari jabatannya sebagai Perdana Menteri karena terlibat skandal dengan Geisa. Bahkan di Indonesia banyak Pejabat Pemerintah maupun wakil rakyat yang jatuh karier Politiknya gara-gara Skandal dengan Wanita. Pada dasarnya, Wanita memiliki Eksistensi yang luar biasa sehingga berhak untuk mempunyai derajat yang sama dengan seorang Pria. Betapa tidak? Tolok ukur wanita bukan milik manusia biasa. Air susunya konsumsi para balita, mengandung gizi serta protein yang sangat tinggi bahkan mampu mencerdaskan otak manusia, Kasih sayangnya adalah kasih sayang sejati yang hanya memberi dan tak harap kembali.
Kini Wanita semakin eksis, ada yang duduk sebagai karyawati, pengusaha, eksekutif dan legislatif. Bahkan Republik Indonesia pernah dipimpin oleh seorang Wanita,  Presiden Megawati Soekarno Putri pada tahun 2001 - 2004. Tetapi, kadang kala Wanita sering dipandang sebelah mata. Dibidang Politik, keterwakilan Perempuan di DPR sebesar 101 anggota atau 18,04% dari 560 anggota DPR periode 2009-2014. Adapun keterwakilan Perempuan di DPD dari total 132 calon anggota DPD sebesar 17,84% (36 orang). Meskipun meningkat dibandingkan hasil Pemilu sebelumnya, angka itu belum memenuhi kuota 30% seperti yang ditargetkan. Mengapa demikian? Hal ini terjadi karena budaya dan praktik Politik di Indonesia belum memberikan kesempatan secara memadai bagi Perempuan untuk berkarier dibidang Politik. Padahal, semestinya Perempuan diberikan ruang dan kesempatan yang luas untuk berkiprah dan meniti kemampuannya. Hal ini karena keterlibatan Perempuan dalam Politik menjadi salah satu strategi untuk mendorong kebijakan publik yang Pro-Perempuan.
Selain itu, kesetaraan Gender yang dielu-elukan oleh PBB dengan dikumandangkannya “Emansipasi Wanita” ditahun 1950-1960an juga Konvensi PBB  di Wina butir ketiga telah menyebutkan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan tindakan berbasis gender dan segala bentuknya tidak sesuai dengan martabat dan harga diri manusia serta harus dihapuskan pada tahun 1993, nyatanya belum mampu menyetarakan kedudukan derajat antara Perempuan dengan Laki-laki sampai saat ini.
Hal ini dibuktikan dengan semakin maraknya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang sering terjadi dimana-mana.
Di Indonesia kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat tajam, dari 25.522 kasus (2007) menjadi 54.425 kasus (2008) dan dari data tahun 2009–2010, jumlah kekerasan terhadap perempuan mencapai 143.586 kasus. Angka ini meningkat sebesar 263% dibandingkan tahun sebelumnya. Dari jumlah kasus tersebut, sebagian besar (82%) merupakan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Angka kejahatan trafficking juga masih tinggi. Setiap tahun lebih dari 100.000 anak dan perempuan diperdagangkan. Siapakah pelakunya? Tentu saja suami, mantan suami, pacar, kakak ipar, adik ipar, bahkan mertua yang merupakan orang – orang terdekat dari Perempuan itu sendiri.
Sementara, khusus di kota Gorontalo sendiri kasus KDRT sudah bukan merupakan hal yang baru lagi. Dan dalam kurun waktu yang terbilang belum terlalu lama, telah terjadi kasus KDRT antara sepasang suami istri yang sama – sama berprofesi sebagai PNS dan bertempat tinggal di Kecamatan Limba U2. Rumah tangga yang telah dibina dalam waktu 7 tahun lamanya dan sudah memiliki 5 orang anak, harus mengalami kasus KDRT, hanya karena persoalan kecil yang kemudian dibesar – besarkan. Penyebab dari KDRT ini sendiri terbagi menjadi tiga faktor. Pertama, ketimpangan gender. Laki-laki dianggap sebagai makhluk superior, lebih cakap dan lebih hebat dari pada perempuan yang dianggap makhluk inferior, lemah, kelas dua. Ketidakseimbangan relasi kekuasaan inilah yang menyebabkan perempuan kerap tidak berdaya dihadapan laki-laki.
Kedua, penegakan hukum yang lemah. Meskipun berbagai peraturan telah dibuat, salah satu contohnya adalah Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), namun dalam praktiknya belum bisa menekan angka kekerasan dalam rumah tangga. UU KDRT memiliki kelemahan di tingkat pelaksanaan, kurangnya sosialisi ke seluruh lapisan masyarakat bawah.
Ketiga, dominasi nilai-nilai patriarkhi. Konstruk budaya masyarakat melalui sistem sosial, ekonomi dan politik yang berlaku secara alamiah serta didukung dengan penilaian agama dan hukum adat yang memberikan otoritas lebih kepada laki-laki daripada perempuan mengakibatkan perempuan terpinggirkan dan menjadi objek kekerasan kaum laki-laki.
Lantas, sampai kapan kasus KDRT di Gorontalo ini akan terus terjadi? Bagaimana nasib dan masa depan Perempuan Gorontalo jika hal ini hanya dipandang sebelah mata oleh pemerintah setempat? Apakah Perempuan Gorontalo harus terus menerus dalam keterpurukan?  
Tidak pernahkah kita menapak tilas tentang tanggal Dua puluh satu April, yang merupakan salah satu hari besar nasional dan dikenal dengan sebutan “Hari Kartini”. Mengapa begitu monumentalnya seorang Raden Ajeng Kartini dalam sejarah pergerakan perempuan Indonesia? Raden Ajeng Kartini adalah seorang perempuan bangsawan yang terbelenggu dan terjajah oleh adat dan feodalisme. Ia memberontak melalui kemerdekaan berpikirnya untuk mendapatkan kesempatan dan kesetaraan dalam pendidikan bagi kaum perempuan. Pikiran dan perasaannya itu dituangkan dalam tulisan-tulisannya yang kemudian dibukukan sebagai kumpulan surat-suratnya “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Ada sebuah ungkapan “satu peluru hanya menembus satu kepala, tapi satu tulisan bisa menembus ribuan bahkan jutaan kepala”. Tulisan yang menembus ribuan dan jutaan kepala itu tentu adalah tulisan yang di dalamnya tercermin energi, rasa bahasa, pesona dan daya tarik yang mengaduk-aduk pikiran dan perasaan serta imajinasi pembacanya. Di sanalah kekuatan rasa bahasa itu menunjukan siapa diri kita.
Perjuangan R.A. Kartini yang dikisahkan dalam surat-suratnya itulah yang kemudian menjadikannya tokoh perempuan Indonesia. Dan hari kelahirannya kemudian diperingati sebagai Hari Kartini.
Lantas, benarkah UU No.23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan didalam rumah tangga dan seharusnya dapat melindungi perempuan dan anak yang merupakan pihak yang paling rentan didalam rumah, telah terlaksana dengan baik di Negara kita? Sungguh sangat disayangkan karena pada kenyataannya, Undang-undang tersebut justru malah kerap digunakan aparat penegak hukum untuk mengkriminalkan korban Perempuan.
Sebagai Kesimpulan, Kekerasan dalam rumah tangga merupakan persoalan kompleks yang diakibatkan ketimpangan gender, hukum yang lemah dan budaya patriarkhi. Untuk mengatasinya butuh kesepakatan dan kesadaran bersama dari seluruh elemen masyarakat, kaum intelektual, praktisi, akademisi, budayawan dan agamawan agar menempatkan kasus KDRT sebagai musuh bersama. Butuh kesepakatan bahwa kekerasan apa pun bentuknya, termasuk KDRT merupakan kejahatan hak asasi manusia yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan dan ketuhanan.
Jangan biarkan keadaan Tulang Rusuk yang Terpuruk akan semakin memburuk, mari kita lindungi kaum perempuan dari KDRT, serta kita ciptakan masa depan perempuan Gorontalo yang lebih Sejahtera, bermartabat dan berguna untuk kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena keinginan terbesar bagi setiap wanita adalah menjadi istri yang baik bagi suaminya yang pada akhirnya akan menjadi seorang ibu bagi anak-anaknya, serta setiap Lelaki diciptakan untuk menjadi pemimpin bagi kaum Perempuan. Namun sekeras dan seego apapun laki-laki, air matanya akan menetes juga bila hatinya dilukai. Jadi, intinya Tuhan menciptakan Perempuan dan laki – laki, bukan untuk saling menyakiti melainkan untuk saling melengkapi dan mengasihi.





Senin, 11 November 2013

Birthday Presents Extraordinary



“Gelar Pahlawan yang Terlambat”
Oleh : Tri Indah Sari


            Matahari mulai terbit dan memancarkan sinarnya dari arah barat. Titik – titik embun membasahi setiap tumbuhan hidup dipelataran sebuah rumah sederhana yang berada dikawasan Menteng Jl. Besuki No. 27. Dari dalam rumah nampak terdengar suara percakapan antara Ibu dan anak.
            “Bu... saya pergi dulu” ujar Bambang Sulistomo kepada ibunya, Sulistina Sutomo.
            “Iya nak, pergilah. Hati – hati dijalan jangan lupa bawalah ini untuk nyekar di kuburan bapak nanti, Maaf  ibu tidak bisa ikut” kata ibu kepada Bambang sambil memberikan sebuah toples yang berisi air bunga dan potongan daun pandan yang dibungkus sebuah taplak bermotif batik tulis Madura.
            “Iya bu, terimakasih banyak” ucap Bambang sambil mencium tangan ibunya.
            Bambang menghidupkan mesin motornya dan bergegas menuju kawasan Monumen tugu Pahlawan 10 November yang terletak di Jl. Pahlawan 60175, Kota Surabaya tepatnya didepan kantor Gubernur Jawa Timur.
Sesampainya disana Bambang langsung mencari tempat yang aman untuk memarkirkan motornya. Lalu berjalan ke arah  lapangan dan masuk kedalam sebuah barisan yang terdiri dari beberapa lapisan masyarakat diantaranya ada Guru, Polisi, Polwan, Tentara, Pejabat, Kepala Desa, Camat, Walikota dan tokoh – tokoh masyarakat lainnya untuk mengikuti upacara peringatan hari Pahlawan.
Saat tengah mengheningkan cipta, tiba – tiba setetes air bening jatuh dari pelupuk mata Bambang. Suasana saat itu mengingatkan Bambang pada Ayahnya, Bung Tomo. Seorang tokoh sentral yang dikenal dengan semboyan “rawe – rawe rantas malang – malang tuntas” dan rela berjuang mempelopori Kemerdekaan di tanah Surabaya serta berhasil membakar semangat juang arek – arek suroboyo dalam mempertahankan Kemerdekaan Indonesia pada waktu itu.
Tak ingin larut dalam suasana, sejenak Bambang melemparkan pandangannya pada sebuah monumen yang menjadi markah tanah Kota Surabaya. Monumen setinggi 41,15 meter berbentuk lingga atau paku terbalik. Monumen yang dibangun oleh pemerintah Jawa Timur untuk mengenang jasa para pahlawan yang berperang mempertahankan Kemerdekaan. Monumen itu berbentuk lengkungan-lengkungan  sebanyak 10 lengkungan, dan terbagi atas 11 ruas. Tinggi dan ruas mengandung makna tanggal 10, bulan 11, tahun 1945. Suatu tanggal bersejarah, bukan hanya bagi penduduk kota Surabaya, tetapi juga bagi seluruh Rakyat Indonesia.
Hari Pahlawan memang rutin diperingati di seluruh Indonesia khususnya dikota Surabaya yang disebuat juga sebagai Kota Pahlawan. Tapi hal itu tidak lebih dari pada Ceremonial belaka. Nilai – nilai yang terkandung didalamnya tidak lagi dihayati dan tidak mewarnai aktivitas kehidupan bermasyarakat. Kehidupan Dinamis ala Barat yang sangat mendewakan Individu, terlihat sangat berperan penting sebagai penyebab memudarnya nilai – nilai kepahlawanan yang ada pada generasi muda Indonesia saat ini.
Usai mengikuti upacara memperingati hari Pahlawan, Bambang kembali bergegas menuju makam Ayahnya yang terletak diPemakaman Umum, Ngagel Surabaya.  


***



            Dahulu saat Bung Tomo masih hidup ia pernah berwasiat kepada istrinya, Sulistina Sutomo.
            “Bu... jika bapak meninggal nanti tolong sampaikan kepada Bambang jangan kuburkan bapak di Taman Makam Pahlawan” ujar Bung Tomo kepada istrinya.
            “Memangnya kenapa pak? Mengapa bapak tidak ingin dikuburkan diTaman Makam Pahlawan ? tanya istrinya penasaran.
            “Karena menurut bapak, diTaman Makam Pahlawan itu banyak diisi oleh Pahlawan yang mucul saat perang telah usai. Ibaratnya seperti Pelagi yang muncul saat hujan telah berhenti. Pada saat Negara dalam  keadaan kritis, banyak diantara mereka yang dianggap sebagai  Pahlawan tidak berani membela Kemerdekaan bangsa. Namun, saat Negara sudah kembali damai mereka justru menampakkan diri dan mengagung – agungkan jasanya agar dikenang sepanjang masa” kata Bung Tomo menjelaskan kepada istrinya.
            “Baiklah pak jika demikian, Nanti akan ibu sampaikan Wasiat bapak  kepada Bambang” kata Ibu Sulistina kepada suaminya.
            “Terimakasih banyak bu, bapak berharap semoga ibu dan Bambang mengerti akan maksud bapak”
            “Iya pak, ibu mengerti”
            Selain itu, saat masih hidup Bung Tomo pernah mengkritik Soekarno & Soeharto ketika keduanya menjadi Presiden. Bung Tomo pernah terlibat adu mulut dengan Bung Karno. Pertemanannya dengan Proklamator RI Soekarno memburuk setelah keduanya terlibat pertengkaran. Ketika mengingatkan teman, Bung Tomo tidak perduli dengan segala kepentingan diri sendiri seperti jabatan, kekuasaan maupun harta kekayaan.
            Pada masa pemerintahan orde Baru, Bung Tomo banyak mengkritik kebijakan Soeharto yang dianggapnya mulai melenceng. Akibatnya tanggal 11 April 1978 ia ditangkap dan dipenjara oleh pemerintah Soeharto. Hal inilah yang dinilai sebagai penyebab belum diakuinya Bung Tomo sebagai Pahlawan Nasional oleh pemerintah

***


            Pada saat perjalanan menuju Pemakaman Umum  di Ngagel Surabaya , tiba – tiba  Bambang menghentikan motor yang dikendarainya saat tengah melintasi Jembatan Merah. Bambang kembali teringat akan Ayahnya, Bung Tomo yang telah Wafat pada 7 Oktober 1981 di Padang Arafah Arab Saudi pada umur 61 tahun.
            Bambang  juga teringat akan peristiwa heroik yang terjadi diTanah Surabaya dan Jembatan Merah itulah yang menjadi saksi bisunya.
            Pertempuran 10 November disurabaya kala itu diawali oleh sebuah Insiden perobekan Bendera Merah Putih Biru yang dikibarkan oleh sekelompok orang Belanda di Hotel Yamato Jl. Tunjungan no.65 Surabaya, yang dikemudian dirobek warna birunya oleh pemuda Surabaya karena mereka menganggap bahwa Belanda telah menghina Kedaulatan Indonesia.
            Setelah itu Terbunuhnya Brigadir Jendral Aubertin Mallaby, (pimpinan tentara Inggris) oleh tembakan pistol seorang pemuda Indonesia pada saat melewati Jembatan Merah, juga merupakan bagian dari penyebab terjadinya pertempuran 10 November.
            Kematian Mallaby ini menyebabkan pihak Inggris marah kepada pihak Indonesia  sehingga keluarlah sebuah Ultimatum 10 November 1945 yang dibuat oleh Mayor Jendral Mansergh, untuk meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara Inggris.
            Pada 10 November pagi , tentara Inggris mulai melancarkan serangan berskala besar yang diawali dengan dentuman bom yang sangat dahsyat. Akibatnya tidak sedikit korban yang berjatuhan dimana-mana. Hingga suatu ketika seorang pelopor  pemuda yang mempunyai andil besar dalam memompa semangat, keberanian, dan rasa cinta tanah air , berpidato lewat  sebuah siaran diradio.
            Berikut ini isi pidato Bung Tomo yang berhasil mengobarkan  semangat arek – arek suroboyo dalam melawan para Penjajah demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia :


Saudara-saudara rakyat  jelata di seluruh Indonesia
terutama saudara-saudara penduduk kota Surabaya
kita semuanya telah mengetahui bahwa hari ini
tentara inggris telah menyebarkan pamflet-pamflet
yang memberikan suatu ancaman kepada kita semua
kita diwajibkan untuk dalam waktu yang mereka tentukan
menyerahkan senjata-senjata yang telah kita rebut dari tangannya tentara jepang
mereka telah minta supaya kita datang pada mereka itu dengan mengangkat tangan
mereka telah minta supaya kita semua datang pada mereka itu dengan membawa bendera putih tanda bahwa kita menyerah kepada mereka
Saudara-saudara di dalam pertempuran-pertempuran yang lampau kita sekalian telah menunjukkan
bahwa rakyat Indonesia di Surabaya
pemuda-pemuda yang berasal dari Maluku, pemuda-pemuda yang berawal dari Sulawesi
pemuda-pemuda yang berasal dari Pulau Bali, 
pemuda-pemuda yang berasal dari Kalimantan
pemuda-pemuda dari seluruh Sumatera, 
pemuda Aceh, pemuda Tapanuli, 
dan seluruh pemuda Indonesia yang ada di surabaya ini 
di dalam pasukan-pasukan mereka masing-masing 
dengan pasukan-pasukan rakyat yang dibentuk di kampung-kampung
telah menunjukkan satu pertahanan yang tidak bisa dijebol
telah menunjukkan satu kekuatan sehingga mereka itu terjepit di mana-mana
hanya karena taktik yang licik daripada mereka itu saudara-saudara
dengan mendatangkan presiden dan pemimpin - pemimpin lainnya ke Surabaya ini
maka kita ini tunduk utuk memberhentikan pentempuran tetapi pada masa itu mereka telah memperkuat diri dan setelah kuat sekarang inilah keadaannya
Saudara-saudara kita semuanya
kita bangsa indonesia yang ada di Surabaya ini akan menerima tantangan tentara inggris itu dan kalau pimpinan tentara inggris yang ada di Surabaya ingin mendengarkan jawaban rakyat Indoneisa ingin mendengarkan jawaban seluruh pemuda Indonesia yang ada di Surabaya ini
dengarkanlah ini tentara inggris
ini jawaban kita
ini jawaban rakyat Surabaya ini jawaban pemuda Indoneisa kepada kau sekalian
hai tentara inggris
kau menghendaki bahwa kita ini akan membawa bendera putih untuk takluk kepadamu
kau menyuruh kita mengangkat tangan datang kepadamu
kau menyuruh kita membawa senjata - senjata yang telah kita rampas dari tentara jepang untuk diserahkan kepadamu
tuntutan itu walaupun kita tahu bahwa kau sekali lagi akan mengancam kita
untuk menggempur kita dengan kekuatan yang ada
tetapi inilah jawaban kita :
 selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah
yang dapat membikin secarik kain putih merah dan putih
maka selama itu tidak akan kita akan mau menyerah kepada siapapun juga
Saudara-saudara rakyat Surabaya, siaplah! keadaan genting!
tetapi saya peringatkan sekali lagi jangan mulai menembak baru kalau kita ditembak
maka kita akan ganti menyerang mereka itu kita tunjukkan bahwa kita ini adalah benar-benar orang yang ingin merdeka Dan untuk kita saudara-saudara
lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka semboyan kita tetap:
merdeka atau mati!
Dan kita yakin saudara-saudara pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita sebab Allah selalu berada di pihak yang benar percayalah saudara-saudara
Tuhan akan melindungi kita sekalian 
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar! 
MERDEKA!!!


***


           Sesampainnya di Pemakaman Umum Ngagel Surabaya , Bambang langsung mencari Makam Ayahnya. Lalu dibukanya sebuah toples berisi air bunga dan potongan daun pandan yang dititipkan oleh ibunya.
            Kemudian Bambang berdo’a sambil menitikan air mata untuk Ayahnya.
            “Ya Allah.. yang maha Pengasih lagi maha Penyayang , ampunilah segala dosa – dosa bapak selama didunia. Jauhkanlah Bapak dari siksaan api neraka dan berikanlah bapak tempat yang  lapang disisi mu. Agar bapak bahagia disana. Robbighfirlii waliwaalidayya Robbirhamhumaa kamaa Robbayaanii shoghiiroo,  Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhiroti hasanah waqina 'adzabannar" Amin.
            Seusai berdo’a Bambang menyapu linangan air mata yang membasahi pipinya. Lalu ditaburinya kuburan ayahnya dengan setoples air bunga dan potongan daun pandan. Sejenak ia berdiri dan memandang pusara kubur ayahnya kemudian berjalan pergi meninggalkan makam sambil sesekali menengok kearah kuburan ayahnya.
            “Bapak, maafkan Bambang. Meskipun bapak belum diakui sebagai Pahlawan Nasional sampai saat ini oleh pemerintah tapi bapak tetap jadi seorang Pahlawan untuk Bambang, Bambang bangga punya Ayah seperti bapak, dan Bambang yakin bahwa rakyat  juga mengakui bahwa bapak adalah seorang Pahlawan yang luar biasa bagi mereka. Bambang juga mengerti mengapa bapak tidak ingin dimakamkan di Taman Makam Pahlawan  layaknya seorang Pahlawan Nasional, karena bapak ingin berbaur ditengah – tengah makam para rakyat di Pemakaman Umum ini.  Semoga bapak tenang diAlam sana.” Bambang berkata dalam hati.
***


            Usai nyekar dimakam ayahnya, Bambang pulang kerumah. Sesampainya dirumah Bambang disambut dengan hangat oleh ibunya.
            “Assalamualaikum bu” ujar Bambang sambil mencium tangan ibunya.
            “Walaikum salam nak” balas ibu Sulistina sambil mengelus kepala putranya.
            “Ayo istirahatlah dulu , ibu sudah buatkan teh hangat untumu”
            “Iya bu, terimakasih”
            “Nak.. ini ada undangan dari Ketua Umum GP Ansor. Bapak Saifullah Yusuf untuk kamu” Kata ibu sulistina sembari menyerahkan sebuah surat undangan kepada Bambang.
            “Undangan apa bu?” tanya Bambang penasaran.
            “Tadi pagi setelah upacara peringatan Hari Pahlawan beliau datang mencarimu, katanya beliau berinisiatif untuk mengusulkan Ayahmu sebagai Pahlawan Nasional karena sampai saat ini Ayahmu belum mendapatkan gelar Pahlawan Nasional dari pemerintah” kata Ibu Sulistina menjelaskan.
            “Untuk apa mengusulkan bapak sebagai Pahlawan Nasional bu ? jika pemerintah memang menyadari bahwa bapak adalah Pahlawan maka sudah seharusnya pemerintah memberikan gelar pahlawan Nasional pada bapak tanpa harus adanya usulan dari kita” ungkap Bambang, seperti kurang setuju dengan penjelasan dari ibunya.
            “Iya nak,  ibu juga tahu bahwa bapakmu bukan orang yang gila akan kehormatan. Ibu juga mengerti bahwa bapak tidak perlu pengakuan sebagai Pahlawan Nasional dari pemerintah pusat. Tapi yang penting rakyat mengetahui dan mengakui bahwa bapakmu adalah pahlawan untuk kita semua”  ujar ibu Sulistina sambil meneteskan air mata tanpa disadarinya secara tiba – tiba.
            “Iya bu , Bambang juga mengerti akan hal itu”.
            “Besok pergilah ke kantor GP Ansor dan temuilah Bapak Saifullah Yusuf , orang yang berniat baik untuk mengingatkan kepada pemerintah tentang pentingnya Ayahhmu.
            “Iya bu, besok saya akan pergi menemui beliau” kata Bambang menuruti perintah ibunya.

***


            Keesokan harinya dikantor Ketua Umum GP Ansor.
            “Selamat pagi Pak Bambang” Ujar Gus Ipul sambil menjabat tangan Bambang
            “Selamat pagi juga pak”
            “Begini Pak Bambang , Peringatan Hari Pahlawan 10 November sangatlah identik dengan tokoh Bung Tomo.  Tetapi , terus terang, saya kaget karena sampai saat ini ternyata pemerintah pusat belum juga mengakui Ayah anda sebagai Pahlawan Nasional. Kira – kira apakah penyebabnya?”
            “Belum diakuinya bapak sebagai Pahlawan Nasional menurut saya disebabkan karena adanya gesekan antara bapak dengan Pemerintah Orde baru pada waktu itu. Selain itu ada persyaratan administrasi yang belum dipenuhi untuk mengusulkan Ayah saya sebagai Pahlawan Nasional yaitu Bung Tomo belum di seminarkan di didaerah” kata Bambang menjelaskan.
            “Lantas apa tujuan dari seminar itu Pak Bambang”? tanya Saiffulah Yusuf.
            “Seminar itu dilakukan untuk mengetahui apakah ada pihak yang keberatan Bung Tomo menjadi Pahlawan Nasional atau tidak” jawab Bambang.
            “Tapi saya kira rakyat tidak akan keberatan jika Bung Tomo diakui sebagai Pahlawan Nasional karena perannya yang sangat besar dalam menumbuhkan semangat rakyat untuk melawan kembalinya penjajah Inggris dan Belanda” Kata Gus Ipul selaku Ketua GP Ansor.
            “Saya sependapat dengan bapak , tapi kami dari pihak keluarga memang tidak pernah mengusulkan kepada pemerintah untuk mengakui bapak sebagai pahlawan Nasional , karena bapak pernah berpesan bahwa menjadi pahlawan dimata rakyat jauh lebih penting ketimbang gelar formal dari pemerintah” Ujar Bambang Sulistomo.
            “Baiklah Pak Bambang, jika selama ini belum ada pihak yang mengusulkan Bung Tomo sebagai Pahlawan Nasional , sebaiknya Presiden SBY mengambil inisiatif tersendiri untuk hal ini. Karena menurut saya ada dosa kolektif yang akan kita tanggung jika melupakan jasa besar Bung Tomo. Olehnya, saya akan berusaha untuk mengetuk pintu hati SBY agar segera mengambil tindakan untuk hal ini ” ungkap Saiffulah kepada Bambang.
            “Terimakasih banyak atas inisiatif bapak untuk Ayah saya” kata Bambang.

***


            Setahun kemudian setelah adanya pertemuan antara Bambang Sulistomo dengan ketua GP Ansor,  Saiffulah Yusuf. Akhirnya Bung Tomo mendapatkan gelar Pahlawan Nasional dari pemerintah Pusat pada peringgatan Hari Pahlawan tanggal 10 November 2008.
            Keputusan ini disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Kabinet Indonesia Bersatu, Muhammad Nuh pada tanggal 2 November 2008 di Jakarta. Memang sudah seharusnya Bung Tomo mendapatkan gelar Pahlawan Nasional meskipun terlambat sejak 28 tahun yang lalu beliau wafat.
            Hal ini berlandaskan dari kata bijak , yakni “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa – jasa para pahlawannya”. Sesungguhnya seorang pahlawan sejati mendapatkan gelar ataulah pengakuan tidaklah penting. Tetapi yang utama bagi seorang pahlawan adalah berjuang dengan atas dasar panggilan hati dan cinta terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.

***

“Kupersembahkan untukmu Pahlawanku”
-           Bung Tomo    -




***

 






               Alhamdulilahirabbilalamin...
              Puji Syukur untuk Allah SWT.
           
            Cerpen ini merupakan Follow  Up dari Kegiatan Lawatan Sejarah  Nasional di Surabaya, tanggal 7–11 September 2013. Yang saya buat untuk mengikuti Lomba menulis Cerpen serial Pahlawan dalam rangka Hari Pahlawan Nasional 2013 dan Alhamdulilah Cerpen ini berhasil menjadi Juara 1 ditingkat SLTP /SLTA  Se-Provinsi Gorontalo.

            Oleh karenanya , untuk itu saya ingin mengucapkan terimakasih banyak kepada  teman-teman  LASENAS 2013yang berasal dari seluruh penjuru Nusantara di Indonesia yang telah memberikan saya pengalaman yang luar biasa tentang Kesejarahan & Kepahlawanan Indonesia.

            Selain itu, saya juga ingin mengucapkan  terimakasih juga untuk beberapa pihak. Diantara Orangtua  terutama Om, yang selalu siap mengkoreksi Cerpen saya, Guru Bahasa Indonesia yang telah membimbing saya dalam  mebuat Cerpen, Salah seorang teman yang selalu Mendukung, Menyemangati, Memotivasi,  Mendo’akan,  Memberikan Kritik & saran, juga mempercayai bahwa saya memiliki bakat menulisdan bisa menjadi seorang Penulis seperti cita-cita saya.

          Dan yang Paling utama saya ingin mengucapkan terimakasih banyak kepada Allah SWT yang telah memberikan Hadiah yang luar biasa diUlang Tahun saya yang ke-17 th. Tepatnya hari ini (11 November 2013).


“I dedicate this to all of you all”


***






Penyerahan Piala Penghargaan Oleh Habiburrahman El-Shirazy 
(Penulis Best Selller No.1 Indonesia, Aktor film Sekaligus Sutradara 
Film Ayat - ayat Cinta & Ketika Cinta Bertasbih)





Foto bersama saya dengan Muhamad Irata, Ketua FLP Gorontalo, Habiburahman
El-Shirazy, Pejabat Walikota Gorontalo & Pemenang Lomba Cerpen Juara 2 & 3.