Review Film :
UANG
PANAI' - MAHA(R)L
Copyright Makkita Cinema Production facebook
Mungkin bila aku pergi
tak kan ada yang mencari
Kudisini, dalam diam kuberdiri
tanpa arah ku berlari
Sendiri... ♫
tak kan ada yang mencari
Kudisini, dalam diam kuberdiri
tanpa arah ku berlari
Sendiri... ♫
Alunan lirik
diawal lagu berjudul "Sendiri" milik "Dheandra" salah satu
Band lokal asal Makassar yang menjadi Ost. dari film Uang Panai' berulangkali
terputar dengan sesekali terhenti di aplikasi youtube handphone saya.
Demikianlah saya jika sedang menyukai
satu lagu yang enak didengar. Saya akan memutar satu lagu tersebut
berulang-ulang sampai telinga saya kesal. (Baca : bosan)
Lagu tersebut memang baru saya ketahui sejak tadi malam, saat saya menonton film Uang Panai' di Bioskop XXI Gorontalo Mall.
Lagu tersebut memang baru saya ketahui sejak tadi malam, saat saya menonton film Uang Panai' di Bioskop XXI Gorontalo Mall.
Awalnya, saya dilema antara hendak
menonton film tersebut atau tidak. Alasannya ada dua. Pertama : "Filmnya
lucu, tapi biasa aja. Lucunya kayak dibuat-buat gitu." -kata senior saya.
Kedua : "Filmnya lebih lucu dari Comic 8 Kings Kasino 2". -kata adik
saya.
Nah loh? Daripada
saya tambah dilema, akhirnya saya lihat sekali lagi trailer-nya di aplikasi Cinema21 dan setelah itu saya dengan mantap
memutuskan untuk menonton. And then,
filmnya bagaimana? Melesat jauh, sungguh jauh dari ekspetasi saya. Kenapa? Kenapa? ini dia ulasannya.
Film Uang Panai' adalah film original karya anak muda kota Makassar.
Kalau berbicara tentang Makassar? aduh bagaimana ya? Sepertinya hati saya telah
tertinggal disana dalam waktu yang lama. Ya, Makassar adalah ibukota dari
Provinsi Sulawesi Selatan. Kenapa saya mengatakan bahwa hati saya telah
tertinggal disana? nanti akan saya ceritakan sekalian dengan ulasan filmnya
agar ada korelasinya dengan film Uang Panai'. (Baca: biar tidak terkesan
curhat). Jadi, film Uang Panai' ini adalah film yang dibuat oleh Makkita Cinema Production. Bisa jadi
film ini merupakan kritik sosial untuk masyarakat Bugis-Makassar yang kental
akan adat istiadat mereka ketika akan melakukan pernikahan yakni dengan
mensyaratkan uang panai’ (uang naik) kepada calon mempelai laki-laki untuk
diberikan kepada orangtua calon mempelai perempuan.
Lantas, filmya
bagaimana sih? Overall, menurut saya
pribadi filmnya bagus. Awalnya saya menilai film ini tanpa ada cacat sama
sekali. Karena yang saya nilai adalah jalan cerita filmnya. Saya hampir
mengatakan bahwa film ini sempurna. Eitss...
tapi tunggu dulu. Kemarin, ketika tulisan ini belum selesai saya sempat
berdiskusi dengan salah satu teman saya yang sudah menonton film Uang Panai’.
Dan apa kata dia? Bla..bla...bla... tidak
ada film yang sempurna ternyata (benak
saya berkata).
Walhasil, saya
pun mencomot review dia yang saya copy langsung dari catatan handphone-nya yang katanya diketik
langsung saat sedang menonton, (kok sempat ya? :D). Harap tahu terlebih dahulu,
dia ini memang sudah terbiasa dengan lensa. Jadi ya itu, yang dia koreksi
adalah dari sudut pandang pengambilan gambar. Well, nanti saya akan mix sekalian
review saya dan review dia dalam tulisan ini.
Well
everybody, ada banyak
hal yang membuat film ini menarik.
The first is...
Film
Uang Panai’ adalah film yang mengangkat kearifan lokal.
Ya, benar sekali. Kearifan lokal tersebut
sangat terasa karena dialog yang digunakan dalam filmnya mungkin bisa dikatakan
hampir 95% adalah bahasa (logat) Makassar. Dan dikarenakan saya pernah tinggal
di Kota Daeng, maka alhamdulilah saya bisa mengerti dialog-dialog film tersebut
tanpa melihat subtitle-nya. Tidak
hanya dari bahasanya saja, tetapi kearifan lokal tersebut juga terlihat dari setting tempat tinggal (rumah) salah
satu tokoh yang menggunakan rumah adat Makassar yakni rumah kayu yang
didepannya terdapat tangga. Selain itu, juga ada gelar adat pada scene lamaran dan pernikahan. Saya
pribadi memang menyukai film-film yang dialognya menggunakan bahasa daerah.
Karea menurut saya, justru disitulah letak value
dalam sebuah film. Salah satu contohnya adalah film Cahaya Dari Timur Beta Maluku garapan Angga Dwi Sasongko yang sukses diperankan oleh Chicco Jerikho (Baca: hanya contoh).
And then, the second is...
Pemain-pemainnya
bagus.
Kenapa saya bilang pemainnya bagus?
karena, menurut saya pribadi pemeran utama dalam film ini yang bernama
Irwansyah tapi sering dipanggil Ancha itu wajahnya seperti tidak asing lagi
dimata saya (familiar). And then, finally
setelah saya search dan saya
ingat-ingat lagi akhirnya saya menemukan siapa aktor yang mirip dengan si Ancha
ini. Dia adalah Migdad Addausy yang bermain
dalam film Lupus atau sebagai Moses dalam film Remember When yang diadaptasi dari novel karya Winna Effendi. Ini ada
fotonya. (Kiri : Miqdad – Kanan : Ancha)
Copyright on Google
Terlihat mirip nggak sih? Kalau menurut saya sih mirip. Tapi
setelah saya lihat-lihat lagi kok Miqdad malah mirip Budi Doremi ya? Haha...
Tidak
hanya pemeran utama saja yang bagus. Tapi juga ada pemeran pendukung yang saya
suka acting-nya. Dia adalah Boss
Rifqi (Boss-nya Ancha di Kantor).
Sebagai pemeran pendukung, karakternya tegas dan tidak banyak basa-basi tapi kena’ dihati hihi (Karena karakternya
memang sebagai orang yang baik hati.)
Copyright on Google
(Boss Rifqi yang disebelah kiri)
Oh
iya saya hampir saja lupa, bukan hanya pemeran utama saja yang menurut saya
wajahnya tidak asing. Tapi ada juga pemeran pendukung yang berperan sebagai
ibu-nya Risna, menurut saya wajahnya sekilas mirip dengan Nunung (yang di OVJ). Itu hanya menurut saya
yaaa. (Tapi tidak ada fotonya jadi tidak
bisa dibikin perbandingan seperti Ancha dan Miqdad)
Duh,
hampir lupa lagi, di film Uang Panai’ ini ada dua orang tokoh yang menurut saya
tidak kalah penting dengan pemeran utamanya. Mereka berdua adalah “Tumming & Abu” Bisa jadi mereka
juga merupakan tokoh sentral. Karena berkat adanya mereka, penonton jadi bisa
dibuat tertawa tidak hanya sekali tapi lebih dari dua atau tiga kali bahkan
lebih. (Maaf saya tidak menghitung berapa
kali saya tertawa ketika menonton film ini, jadi saya tidak tahu jumlahnya.
Maaf yaa :’D)
Well, the next point is...
Art
Director-nya Keren
Saya menilai bahwa, pembuat film Uang
Panai’ ini memang benar-benar niat bikin film. Kenapa begitu? karena, saya
perhatikan betul bahwa kamar kedua tokoh utama benar-benar di-setting ala-ala kamar anak-anak kekinian
(zaman sekarang).
Kok bisa? Kelihatan dari mana? Pertama,
kamarnya Ancha. Ditempat tidurnya ada tiga bantal yang saya pribadi pernah
melihatnya di Instagram (sedang di endorse
oleh artis/selebgram) bantal itu
adalah, satu banana pillow dan dua pillow custom (bantal ukuran persegi
yang sarung bantalnya bisa request
quote-quote keren yang enak dibaca. (Pokoknya
anak-anak kekinian pasti mengetahuinya :D). Tidak hanya itu saja, di
dinding kamar Ancha juga terdapat pajangan-pajangan quote-quote yang sering kita jumpai di warung kopi. (Pokoknya, anak-anak yang suka nongkrong
pasti tahu huhuhu :D). Saya melihatnya kamar Ancha jadi seperti warung kopi
minimalis. (Rasanya jadi pengen ke
kamarnya Ancha untuk numpang foto candid :D)
Copyright Makkita Cinema Production facebook
(Kamarnya Ancha. Yang pakai baju merah itu Abu : yang pakai baju biru itu : Tumming)
Nah, yang kedua adalah kamarnya Risna. Meskipun
Risna tinggal dirumah yang bernuansa Adat, tapi kamarnya tetap di-set layaknya kamar anak muda zaman
sekarang. Kenapa? karena kamarnya seperti ala-ala
tumblr ada lampu-lampunya, terus ada foto-foto polaroid yang dijepit dengan
wooden clip. Sehingga, kedua kamar
dari dua pemeran utama ini jadi terkesan seperti ala-ala vintage.
Copyright Makkita Cinema Production facebook
(Kamarnya Risna)
So, saya pun menilai bahwa film ini meskipun
film lokal tapi tidak kalah dengan film nasional. Oh iya, tidak hanya kamar saja
yang menggunakan properti-properti terkini. Tapi, beberapa tokoh didalam film
ini juga menggunakan properti yang cukup sentral seperti dalam film-film
nasional kebanyakan. Apa propertinya? Seperti biasa, handphone-nya I-phone gan.
Jadi gimana? Niat banget kan bikin filmnya? tiga jempol deh untuk penata
artistiknya.
More over, the next interest point
is...
Setting tempatnya
bikin (baca:baper)
Loh, kok baper? Iya, terutama untuk saya. Beberapa tempat
yang menjadi lokasi shooting film ini
membuat saya dejavu huhuhu... Apa saja tempatnya?
Pertama,
Grand Clarion Hotel and
Convention Makassar tepatnya dibagian restoran (Legend). Duh..duh.. itu tempat
saya berlalu lalang selama lebih dari satu bulan waktu itu bersama orang-orang
seperjuangan. (baca:sependeritaan) di Legend itu juga tempat saya pernah
melihat Cakra Khan si peyanyi dengan suara serak-serak basah waktu itu :D
Kedua,
Parkiran mobil (bassemant). Disanalah tempat saya
memulai hari setiap pagi kala itu. Area itu adalah area yang selalu saya lewati
selama hampir tiga bulan ketika saya magang di Clarion. Oke baiklah, harus saya
akui. Saya suka sekali adegan Risna, Farhan, Mita yang sedang lari-lari kemudian
disusul oleh Ancha. Saat adegan tersebut, pengambilan gambarnya seolah
mengikuti mata penonton. Sehingga seolah-olah mata penonton adalah mata kamera
juga.
Ketiga,
Liquid (bisa dibilang
tempat dugem) masih di Clarion juga. Tempat ini biasa sering dijadikan tempat
konsernya artis-artis Ibukota kalau sedang di Makassar. Di Liquid juga ada
adegan lucu antara Tumming, Abu dan seorang bule. Adegannya waktu itu, Abu
dengan Pede-nya menghampiri bule tersebut sambil berkata. “Hallo Mister”. Lantas Tumming langsung memotong dengan cepat “Weh, kalau perempuang mi itu bukang Mister,
tapi Mother ki’.” Finally, saat itu tawa penonton (termasuk saya) langsung
pecah :’D.
Keempat,
adalah masjid terapung
yang lokasinya berada di kawasan Pantai Losari. Pantai Losari? Ya, siapa yang
tidak kenal tempat ini? tempat-nya para muda-mudi. Belum ke Makassar kalau
belum ke Losari :D. Losari adalah tempat yang membuat saya jatuh hati dan
membuat saya selalu ingin kembali. For
me, Losari’s a place with million memories :’D
Finally, the last point is...
Banyak
pesan moral yang
terselip didalam film ini.
Apa saja sih?
Copyright Makkita Cinema Production facebook
Dari
empat karakter ibu-ibu yang berperan sebagai teman-teman ibunya Risna yang
dimintai pendapat saat Risna hendak dilamar, saya teringat kutipan yang pernah
dikatakan teman saya. Kata dia : “Ada dua
hal yang dapat membuat seseorang gagal (baca: terombang-ambing dalam hidupnya)
pertama; karena terlalu mendengarkan orang lain, kedua; karena tidak mau
mendengarkan orang lain.”
Oh iya, nyatanya bukan hanya karakter dari empat orang
ibu-ibu itu saja, tapi adegan dimana Risna cemburu dan juga Ancha cemburu
(diwaktu yang berbeda) saya rasa merupakan implementasi dari kutipan yang sama :)
Selanjutnya,
ada adegan yang mengandung pesan moral yang tidak kalah sentral. Dimana saat
Risna mendatangi tantenya lalu curhat tentang keadaannya saat itu. (Risna ingin
menikah dengan Ancha tapi Ancha tidak bisa menyanggupi jumlah uang panai’ yang
terlalu besar, disatu sisi Risna ingin membuat keputusan untuk bisa bersama
dengan orang yang ia cintai dengan cara Silariang (Kawin Lari), namun disatu
sisi ia takut kepada orangtuanya atau tidak mau menjadi anak durhaka.
Disaat
itu tantenya memberitahu bahwa Durhaka kepada orangtua dan membuat keputusan
yang terbaik untuk diri sendiri itu adalah dua hal yang berbeda. Karena
keputusan yang kita buat itu adalah untuk kebaikan hidup kita yang kelak pasti
akan hidup sendiri. Sehingga baik buruknya menjadi tanggungan kita sendiri. (Ah, pokoknya menyentuh sekali ji’ adegannya.)
Next lagi, khusunya untuk para pecinta kopi
nih. Ada scene singkat yang menceritakan
Ancha sedang berada di Kedai Kopi. Meskipun adegannya singkat, tapi kutipan
yang dikatakan oleh sang barista membuat penonton harus berpikir dua kali.
Katanya, “Kopi boleh pahit, hidupmu
jangan. Semangat! Karena hari ini, adalah besok yang kemarin.” (situasi;hening)
Copyright on Google
Overall, sekali lagi menurut saya cerita
filmnya bagus karena ber-genre Drama Komedi. Jujur saja saat menonton saya
tidak hanya tertawa, tapi juga sempat menangis (karena saya melibatkan perasaan ketika menonton :’). Air mata saya
jatuh tidak terbendung saat adegan dimana Ancha menemui Risna untuk
mengembalikan kalung yang ia berikan. (it’s
too sad :’). Saya juga sempat dibuat terharu dengan perjuangan Tumming dan
Abu yang menjadi viral demi membantu
mengumpulkan uang panai’ untuk Ancha. Selain itu, lagi-lagi saya harus mengakui
bahwa saya suka instrumen-instrumen musiknya, Pas. Karena saya rasa, instrumen
dalam film itu merupak unsur yang tidak kalau penting. Seperti sayur tanpa
garam.
Well everybody thankyou, itu dia review-nya. Tapi, seperti yang sudah saya katakan diawal bahwa ada juga review dari teman saya, maka saya akan menuliskannya dalam bentuk kelebihan dan kekurangan film Uang Panai’ ini. Karena, pada pasalnya sebuah karya tidak akan pernah luput dari kedua hal tersebut.
Well everybody thankyou, itu dia review-nya. Tapi, seperti yang sudah saya katakan diawal bahwa ada juga review dari teman saya, maka saya akan menuliskannya dalam bentuk kelebihan dan kekurangan film Uang Panai’ ini. Karena, pada pasalnya sebuah karya tidak akan pernah luput dari kedua hal tersebut.
Kelebihan :
- Opening film ini dibuka dengan sinematografi yang sangat apik yakni pengambilan gambar pespa yang dinaiki Tumming dan Abu yang layaknya berupa cermin atau bayangan di air. (Jadi kalau mau nonton film ini sebaiknya jangan sampai melewatkan opening-nya terutama para pecinta sinematografi hihihi...)
- Pengambilan gambar saat kamera berasa seperti layar komputer
- Editing saat di halte bis, tiga orang (Tumming, Abu dan Ancha)
- Sinematografi saat scene di jembatan (fly over) dua orang (Ancha dan Risna)
- Sinematografi scene siluet di cafe saat Risna meminta Ancha untuk melamarnya
- Sinematografi scene tiga orang dalam kamera
- Sinematografi saat scene nguping ibu-ibu ngerumpi dikaca
- Scene main golf tiga orang dengan master kamera
- Sinematografi di parkiran
- Sinematografi tiang-tiang jendela pada saat scene di dapur (Ibu-nya Ancha & Hasna)
- Scene di teras tiga orang shot satu pantulan cermin
- Garis lurus pada saat scene Ancha dan Risna berada dilorong/gang
- Scene saat Risna berada dikamar (saat mengubungi Ancha untuk mengajak Silariang)
(Dari nomor 1-13 semuanya K E
R E N)
Kekurangan :
- Sebelum tulisan selamat datang (welcome), blur tidak pas.
- Kalimat cie-cie CLBK... saat di ambil HP-nya blur kurang sesuai
- Kamera bergerak saat scene baca koran tiga orang (saat mencari lowongan pekerjaan)
- Scene di warung makan, di master kamera tangan Ancha sedang memegang gelas, tapi pada saat medium close up tangan Ancha berada dibawah sambil memegang handphone.
- Boomer di tiang jembatan shot dua
- Tiba-tiba mncul cahaya didinding saat scane saat ibu memoto Ancha sebagai model
- Blur ter-fatal, saat Bapak yang bicara tapi blur dikamera saat scene di ruang tamu bersama keluarga
- Suara audio jadi beda saat scene Ibu-nya Ancha ketika di dapur
- Gambar blur saat scene Risna dan Ibu-nya di teras rumah.
- Kualitas gambar kurang saat adegan Ancha dan Risna masing-masing saling bercerita tentang keduanya tapi ditempat yang berbeda. Dikamar Ancha lumayan bagus kualitas gambarnya, tapi di kamar Risna kurang bagus. Sehingga, saat kedua gambarnya disandingkan, terlihat sekali perbedaan gambarnya. Terlebih gambarnya bernuansa vintage.
- Ending-nya kurang dapat.
- Dibagian credit (akhir) disisipkan tiga scene yang entah apa maksudnya. Jika diperhatikan ketiga adengan itu bisa saja merupakan adengan lanjutan atau adengan yang tidak terpakai dalam jalan cerita film uang panai’. Benar atau tidaknya, Makkita Cinema Production yang tahu huhuhu :D
Sebenarnya untuk yang suka ber-spoiler film ini memang sudah tertebak
dari awal (terlihat juga dari trailer-nya.)
Tapi, jalan ceritanya menarik untuk diikuti meskipun ending-nya kurang gereget. Sebagai
film yang bergenre Drama Komedi, rasanya tidak salah jika film ini selalu ramai selama sepekan terakhir pada saat
penayangan perdananya. Tapi sekali lagi, saya harus mengakui bahwa film ini awesome. Persoalan lucu atau tidak lucu,
everythings depends on you, karena
selera humor setiap orang berbeda-beda. Jika untuk persoalan bagus atau tidak
bagus, everythings depends on point of
view. Seperti yang idola saya bilang: “every
one can look at the same things but see it differently.” – Justin Bieber
Akhir kata, filmnya bagus dan salam
sukses untuk para sineas-nya. Semoga semakin banyak menghasilkan karya-karya
bagus yang lainnya. #BanggafilmIndonesia ^-^